2.24.2015

Among Tamu di Convention Hall MAJT 
7 Pebruari 2015






Baturaden

Sepertinya nggak ada bosannya berlibur di Baturaden, kali ini liburan menjadi lebih seru karena semua anggota Tim GSP 357 turut serta, ya karena Kakak Hanifa dan Mas Fahmi liburan 2 pekan. Misi liburanpun cukup menantang yaitu menelusuri hutan Baturaden menuju pancuran 7 kurang lebih 2,5 KM. Untuk mensukseskan misi itu maka dari rumah sudah dipersiapkan segala perlengkapan termasuk bersepatu yang nyaman. hasilnya ....
Alhamdulillah walau adik Ayyasy anggota terkecil dan tergendut agak rewel kecapaian diawal misi tetapi menjadi semangat ketika mencapai Finish.    


Hutan baturaden cukup terpelihara, dengan berbagai tanaman kerasnya yang diameter batangnya lumayan besar cukup membuat fresh orang pantai yang biasa kepanasan angin laut pantai selatan.






Harusnya kios-kios seperti ini ditata lebih baik lagi agar serasi dengan panorama hutan dan sumber air panas diujung jalan sana.

2.17.2015

Ulasan Paling Menarik Terkait BG dan Jokowi



Sebagaimana yang saya bilang kemarin, persoalan sebenarnya yang (sedang) akan dihadapi bangsa ini bukanlah persoalan calon Kapolri. Terlalu “mewah” rasanya menaikkan derajat soalan cakapolri itu ke level tantangan yang (sedang) akan dihadapi bangsa ini. Persoalan cakapolri itu paling banter derajatnya hanya berada pada tataran rumus dasar politik: who gets what, when and how, and by what means. Paling sulit persoalannya adalah: Oh, ternyata lembaga Kepolisian terbawa ke politik praktis, ya? Itu tok. Itu pun bisa dengan mudah dipatahkan, bahwa, Kepolisian tidak main politik praktis. Melainkan, hanya “oknum” Pak Polisi, lebih tepatnya: satu orang Polisi sempat terlibat politik praktis. Itu tok. Tak lebih. Sanksi-nya hanya satu jua: warga (kalau toh tidak bermemori jangka pendek) akan menghukum rezim pelaku pada pemilu berikutnya. Hanya itu. Tak lebih.

Tantangan sejati yang dihadapi bangsa ini lebih daripada sekedar soalan di atas. Kita sedang mengalami krisis kepemimpinan. Bangsa besar ini sedang dipimpin oleh orang yang mungkin saja “fit”, tetapi tidak “proper”. Kombinasi ilmu pencitraan dan keberpihakan (terbeli?) sebagian terbesar media-media mainstream telah menghasilkan satu pemimpin “pas” sesuai dengan mentalitas romantik bangsa ini (yang justru mau diperbaiki), namun ternyata belum “layak” untuk mengendalikan arah bangsa dengan penduduk 250 juta orang ini.

Tidak ada keputusan seorang Presiden yang bersifat kecil. Semua keputusan yang dibuat seorang Presiden adalah keputusan besar. Mengapa? Karena keputusan-keputusan itu berdampak pada 250 juta orang yang dipimpinnya. Tiga bulan pertama, dengan ragam keputusan yang sudah kita lihat, semuanya sudah lebih dari cukup untuk menjadi indikator ketaklayakan kepemimpinannya.

Tengok ini: mencungkil subsidi BBM lalu mengembalikannya lagi, meneruskan penominasian calon pimpinan lembaga penegak hukum yang kena sangkaan pelanggaran hukum, tampil dengan level “salesman” pada pertemuan kepala negara tingkat KTT, meluncurkan sekian kartu ajaib yang kemudian tak dapat dijabarkan secara jelas tindak lanjutnya, memilih pabrikan mobil negara tetangga sebagai “guru” pembuatan mobil nasional padahal negaranya sendiri sanggup bikin pesawat terbang.

Ini diperburuk dengan “bunga-bunga” hariannya dalam mengelola Kabinet. Sekian Menteri yang saling bertolakbelakang dalam membuat pernyataan, plus ada Menteri yang secara kasat mata bisa “show-up” sebagai “bos” sang Presiden. Plus lagi, semakin banyak “menu” kampanye yang dijanjikan kepada para pemilihnya sendiri yang diingkari (kabinet ramping, “No” bagi-bagi jabatan, berpihak pada pemberantasan korupsi). Janji-janji itu secara kasat mata diingkari.

Tantangan nyata bangsa ini ke depan adalah: Bagaimana menghadapi era pasar bebas? Ada ancaman besar di sana. Sumber-sumber daya alam negeri ini berada pada tingkat “exposure” tinggi untuk digerayangi bangsa lain secara sah, pada kondisi mana rakyat negeri ini ditempatkan pada posisi “pasrah”. Ibarat calon korban perkosaan, negeri ini hanya bisa bilang: “lakukan, asal bisa nikmat bersama”. Hak asasi diinjak, tapi ikut menikmati.

Pasar Bebas (Free Trade, FT) memang tidak bisa dihindari. Suka atau tidak suka. Sebab, pemainnya ada dan dominan. Yang bisa kita lakukan adalah menari dengan para pemain itu. Menari itu menawarkan keseimbangan. Kadang kita ikut irama partner, kadang si partner yang ikut irama kita.

Presiden RI setelah SBY dalam imaji saya adalah Presiden yang sanggup membuat bangsa kita menjadi penari yang tangguh.

Begini. Adalah hal yang tak dapat dipungkiri bahwa Konstitusi Negara kita disusun oleh Para Pendiri Bangsa dengan sangat matang. Thank to Jepang, kita diwadahi untuk menyusun platform negara kita sendiri. Kemerdekaan kita (termasuk kehidupannya nanti di masa depan) DISELIDIKI. Di-riset oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indoesia (BPUPKI).

Penyusunan Konstitusi kita dilakukan dalam masa yang sangat dekat dengan (pasca) peristiwa kebangkrutan Amerika Serikat, negara pemain utama FT (Pasar Bebas) saat ini. AS bangkrut di akhir dekade 20-an, berlanjut sepanjang dekade 30-an, dan baru pulih ketika Perang Dunia II terjadi, ketika industri-industrinya bisa bergerak lagi akibat “demand” produksi mesin-mesin perang. Kebangkrutan AS (Great Depression) dirasakan seluruh dunia termasuk Hindia Belanda. Permintaan hasil bumi menurun drastis. Ini dirasakan oleh Para Pendiri Bangsa kita. Mereka menghindari “pola” Konstitusi AS.

Konstitusi AS disusun oleh Para Bapak Bangsa AS dengan latar belakang ingin membebaskan diri dari cengkeraman Mahkota Imperium Inggris. Kombinasinya adalah: nenek moyang bangsa Amerika adalah pendatang di tanah orang. Mereka ingin “bebas” di tanah orang. Para Pendiri Amerika langsung menancapkan landas utama Konstitusi mereka, yaitu: Kebebasan Individu. “We The People”. Kebebasan Individu inilah yang menjadi landas perikehidupan di sana mulai sejak negara itu berdiri sampai sekarang. Apa dampaknya? Individu –bebas- Amerika.

Individu-bebas ini kemudian berkreasi sebebas-bebasnya untuk secara bersama mewujudkan kemakmuran mereka dan anak-cucu. Hak kepemilikan bersifat bebas. Jika Anda menemukan minyak, maka Anda-lah pemiliknya. Silahkan diusahakan sebebasnya untuk kemakmuran Anda dan keluarga. Toh Anda akan mempekerjakan ribuan orang untuk mengambil minyak itu dari perut bumi, mengolah, dan memasarkannya. Minyak bumi itu sendiri akan digunakan masyarakat. Lahirlah Raja Minyak Rockefeller. Jika Anda mampu mengolah bijih besi menjadi baja, silahkan olah dan pasarkan. Ada ribuan orang yang Anda bisa pekerjakan, dan hasil dari baja itu sendiri akan menjadi jembatan, gedung pencakar langit, kapal laut, yang akan digunakan masyarakat. Lahirlah Raja Baja Carneggie. Anda cerdas melihat peluang kain katun keras untuk jadi pakaian para penambang emas, silahkan bikin. Jadilah Levi Strauss. Anda pintar perangkat lunak komputer? Anda jadi Bill Gates dan Steve Jobs. Anda pintar memanfaatkan apa yang dikembangkan Bill dan Steve? Anda jadi pendiri Facebook.

Landas Konstitusi Amerika menawarkan kebebasan penguasaan asset yang berdampak pada hajat hidup orang banyak kepada Individu. Amerika memang berjaya dalam perekonomian sejak mereka merdeka, lalu mereka bangkrut pada akhir dekade 20-an. Kebebasan Individu itu memicu ketamakan. Barang-barang nyata menjadi bahan spekulasi. Orang-orang di sana baik yang pintar maupun yang tidak pintar semuanya jadi pintar jualan “angin”. Akibatnya negara itu bangkrut! Lebih 10 tahun perekonomian Amerika mati suri. Amerika beruntung mendapatkan Roosevelt, Presiden yang mulai memerintah 1932, karena Roosevelt pintar membangun “trust”. Roosevelt bikin uang, lalu menginvestasikan “uang buatan” itu ke dalam proyek-proyek padat karya infrastruktur. Rakyat Amerika “percaya” dengan Dollar buatan itu, lalu ekonomi mulai berputar lagi. Padahal, Dollar “made by” Roosevelt itu semata-mata hanya lembaran-lembaran kertas dan koin yang sebenarnya tak punya kekuatan untuk berdiri berdampingan dengan mata uang negara lain ketika itu. Hanya Perang Dunia-lah yang benar-benar membuat AS keluar dari depresi besar ekonomi mereka. Ketiban order produksi mesin perang, baik untuk keperluan sendiri maupun keperluan Sekutunya.

Para Pendiri Bangsa kita menyadari kelemahan Konstitusi AS itu. Kontras dengan Amerika, mereka menggariskan bahwa Indonesia ini tidak menganut asas kepemilikan kekayaan alam atas nama Individu. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya DIKUASAI oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Apa maknanya bagi kita di masa kini? Besar sekali. Salah satu contoh adalah soal BBM. Jika sepenuhnya sumber-sumber minyak bumi kita berada dalam penguasaan kita sepenuhnya, dan produksinya dialamatkan sepenuhnya untuk kemakmuran kita terlebih dahulu (sebagaimana amanat Konstitusi), maka faktor harga BBM dunia tidak akan merepotkan kita lagi. Sebergejolak apa pun harga minyak dunia, kita akan kuat bertahan karena Negara menguasai minyaknya sendiri dan bisa punya skema pembiayaan (subsidi) apabila harga melonjak. Kondisi sekarang adalah harga BBM kita “mengikuti pasar”. Oh My God. Di mana peran Negara? Kenaikan harga minyak dunia sudah di depan mata (setelah turun bertubi-tubi akibat tarian bersama Amerika-Saudi Arabia).

Itu baru bicara minyak. Kita belum bicara kekayaan alam kita lainnya. Kalau kekayaan alam kita berada sepenuhnya dalam penguasaan kita sendiri, lu mau beli apa juga Negara akan sanggup.

Sekarang kita memasuki era FT. Apa kesiapan kita? Baru seminar dan seminar. Apa daya tawar kita? Adakah daya tawar kita dengan sebagian besar sumber daya alam kita saat ini kita konsesikan ke Negara-negara lain?

Negara-negara lain sudah sangat siap. Sekelompok kerajaan kecil di jazirah Arab yang bersatu menjadi Uni Emirat Arab sudah sangat siap dengan menginvestasikan uang minyaknya ke industri penerbangan, Eropa jauh-jauh hari menyatukan diri menjadi satu kesatuan masyarakat ekonomi, Singapura siap dengan modal sebagai port-hub untuk Asia Tenggara, Amerika memodali petani dengan subsidi besar-besaran (anggaran terbesar AS adalah Departemen Pertanian, bukan Departemen Pertahanan). Tiongkok, jangan tanya dah.

Kita siap apa? Pondasi MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang disiapkan rezim sebelumnya saja di-delete dengan mudahnya. Mobil Nasional bukannya melanjutkan rintisan yang sudah ada, eh, malah diserahkan ke negeri tetangga yang belum tahu bikin pesawat terbang. Jenderal Intelijen pula di belakangnya. Duh... duh.. duhh... apa nggak pernah ikut Lemhanas ini Jenderal??? (sori jadi too personal.... gemesss).

Sadarkah Presiden kita tantangan sebenarnya yang harus dia hadapi? Sanggupkah dia? Pssssttt.... di samping era Free Trade, ada satu Negara besar (AS) yang lagi-lagi bangkrut... kehidupan warganya saat ini terpaksa dibiayai dari uang masa depan.... duit dari masa depan ditarik ke masa kini... karena lagi-lagi Negara itu minus besar. Utangnya telah melebihi PDB. Jumlahnya >15 Trilyun....... Dollar..... Dan Negara itu tidak boleh gagal... kalau gagal, satu bumi ini goyah... karena belasan trilyun dollar itu di dalamnya ada uang orang Jepang, orang Eropa, orang Arab, dan ada orang Indonesia jugah.. Dalam rangka survive, Negara itu berusaha sekuat tenaga untuk tetap hidup.... mencari keuntungan dari setiap sudut bumi, termasuk dari tanah air kita.

Presiden kita saat ini mungkin saja “fit”. Tapi tidak “proper”.

Dulu ada Capres yang kuat dan bertaring. Tapi, kalian menepisnya.

(Canny Watae)
sumber : http://www.pkspiyungan.org/2015/02/ulasan-paling-menarik-terkait-bg-dan.html#more