3.02.2010

mîtsâqun ghalîzh 2 Maret 1997

Pada hari ini 13 tahun lalu ku ucapkan sebuah perjanjian yang berat (mîtsâqun ghalîzh), sebuah rentang waktu yang cukup panjang untuk kembali berhenti sejenak disebuah terminal perenungan.
Sudahkan janji yang berat itu sepenuhnya dapat kulaksanakan ?
Pernyataan bahwa akad nikah adalah mîtsâqun ghalîzh, mengisyaratkan bahwa hubungan suami isteri yang merupakan hubungan yang berkonsekuensi besar.
Siapa saja yang menepati janji itu, maka dia tergolong orang yang jujur dan benar serta berada dalam jalan yang lurus. Sedangkan siapa yang tidak menepatinya, dalam arti tidak menjalan hak dan kewajiban yang merupakan kosekuensi dari akad tersebut, maka ia pantas mendapatkan laknat Allah Swt..


Isteri sebagai patner hidupku memiliki hak-hak yang menjadi kewajiban bagiku. Sebagai suami aku harus mengetahui dengan baik hak-hak isterinya... sudahkah aku mengetahui hak-hak itu ?
Apakah dah kupahami untuk apa aku menikah.
Apakah aku mengetahui kekhususan dan fitrah yang Allah ciptakan bagi perempuan yang banyak berpengaruh terhadap sikap dan tindakan istriku ? sehingga dengan demikian aku dapat berlapang dada dan mengerti bagaimana harus bersikap terhadap isteriku, tidak gegabah dalam bertindak.
sudahkah aku mengetahui kriteria suami sukses dan kriteria suami yang gagal... termasuk yang manakah aku saat ini ?
Apakah aku mencintai isteriku apa adanya, menghormati dan tidak merendahkannya.

Sudahkah kuucapkan kata-kata indah untuk mengungkapkan cinta, berterimakasih dan pujian ?
Sudahkah kutanyakan kepadanya apa yang ia sukai, selalu senyum manis kepadanya, memaksimalkan perhatian dan perawatan ketika ia membutuhkanmenyiapkan untuknya kejutan cinta...
ahh rasanya jauh... jauh sekali
aku belum berbuat apapun untuk membahagiakan istriku
bahkan dihari ini aku belum membuatnya tersenyum ...

Tidak ada komentar: